Diberdayakan oleh Blogger.
Latest Article Get our latest posts by subscribing this site

KPU Bisa Dilaporkan ke DKPP dan PTUN

Jurnas.com | KOORDINATOR Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahuddin menilai, sikap Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tetap keukeuh menolak menindaklanjuti keputusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), bisa berujung pada digelarnya sidang pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). KPU juga dapat diadukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Sangat mungkin, KPU akan diseret untuk kedua kalinya ke sidang etik DKPP, sikap KPU ini berpotensi pada pelanggaran kode etik," kata Said Salahuddin saat menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk, "Eksaminasi Publik Seputar Kontroversi Penolakan KPU atas Keputusan Bawaslu Nomor 012/2013 yang Meloloskan PKPI Sebagai Peserta Pemilu 2014," yang diselenggarakan oleh Komunitas Media Pengawas Penyelenggara Pemilu (Komwas PP) di Jakarta, Jumat (15/2).

Said Salahuddin mengatakan, sikap KPU yang enggan menindaklanjuti keputusan Bawaslu merupakan bentuk pelanggaran terhadap Peraturan Kode Etik Nomor 1 Tahun 2012. Padahal dalam aturan itu disebutkan KPU dan Bawaslu harus melaksanakan putusan mengenai pemilu.

"Karena itu, KPU itu hanya membuat ketidakpastian hukum. Ini sama saja KPU yang menghambat proses penyelenggaraa Pemilu 2014. Karena merekalah yang menciptakan ketidakpastian hukum itu sendiri," kata Said Salahuddin.

Seperti diketahui, sebelumnya, KPU kembali menolak untuk menambahkan PKPI sebagai peserta pemilu tambahan di luar 10 partai yang sudah ditetapkan sebelumnya oleh KPU sebagai peserta Pemilu 2014.

Dalam tafsiran KPU, keputusan Bawaslu yang meloloskan PKPI sebagai peserta pemilu, tak sertamerta bersifat final dan mengikat. Masih ada ruang untuk proses hukum selanjutnya. KPU pun bersikukuh, tetap menganggap keputusan yang meloloskan 10 partai sudah benar sesuai aturan.

Sementara, pendapat berbeda diutarakan Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Atmajaya, Max Boli Sabon,yang juga menjadi pembicara dalam diskusi ini. Menurut Max, polemik putusan Bawaslu yang meloloskan PKPI hanya bisa diselesaikan di pengadilan. Karena itu ia menyarankan, PKPI untuk menempuh jalur hukum ke PTUN.

"Sengketa PKPI dengan KPU merupakan ranah tata usaha negara yang bisa diperkarakan," katanya.

Maka, kata Max, selama masih ada polemik dan masih ada pihak yang merasa dirugikan atas kasus itu, penyelesaian akhirnya di meja hijau. Sebab, yang terjadi sekarang adalah tarik-menarik polemik yang berkepanjangan.

"Pihak yang dirugikan berhak untuk mengajukannya ke meja hijau," katanya.

Max juga berpandangan, UU yang mengatur Bawaslu, dalam hal ini UU Penyelenggara Pemilu, juga UU Pemilu, sesungguhnya keliru mengatur bahwa badan pengawas dapat membuat keputusan yang bersifat final dan mengikat. Putusan Bawaslu, harus ditempuh lewat mekanisme musyawarah, yang nantinya menjadi putusan alternatif, bukan putusan defenitif.

Di sisi lain, hakim juga tidak boleh menolak perkara apapun yang diperkarakan. "Hakim harus menerima perkara itu dan memerosesnya," ujarnya.

SIGMA: Ketentuan Soal Pembubaran Politik, UU MK dan UU Parpol Harus Direvisi

Jakarta, Aktual.co — Peluang Partai Demokrat (PD) untuk dapat dibubarkan, lantaran telah melanggar ketentuan tindak pidana korupsi (Tipikor) pasca ditetapkannya beberapa kader struktural partai berlambang bintang mercy ini oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sangat kecil. Pasalnya, pihak yang berhak mengajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk dibubarkan adalah pemerintah. 

Koordinator Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (SIGMA), Said Salahuddin, menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang MK Pasal 68 ayat (1) yang dapat mengajukan pembubaran partai adalah pemerintah. Sementara yang melakukan tipikor merupakan partai pemenang (pemerintah), sehingga sangat mustahil mengajukan permohonan pembubaran parpolnya sendiri.

"Dialah menurut peraturan perundang-undangan yang memiliki legal standing sebagai pemohon tunggal pembubaran parpol. Pertanyaannya adalah, apakah sebagai kepala pemerintahan SBY mau menjadi pemohon untuk membubarkan partainya sendiri? Disitulah masalahnya," kata Koordinator Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (SIGMA), Said Salahuddin dalam surat elektroniknya kepada Aktual.co, di Jakarta, Senin (25/2).

Jika hal itu bisa direalisasikan, Sigma, kata Said, yakin tidak akan ada lagi pengurus dan anggota parpol yang berani melakukan korupsi. Mereka akan akan berpikir sejuta kali sebelum melakukan kegiatan korupsi dan betul-betul belajar dari kasus PD. 

"Hal inilah yang pada gilirannya diharapkan dapat memberikan pengaruh positif dan signifikan pada proses perbaikan sistem kepartaian dan kualitas demokrasi kita," ucapnya.

Untuk memperbaiki sistem kepartaian, menurut Said, harus ada pihak yang mau melakukan revisi terhadap UU MK dan UU Parpol, khususnya yang mengatur tentang pembubaran parpol, supaya lebih tegas lagi. Seperti, Apabila pengurus parpol melakukan kegiatan korupsi, terutama dari jajaran KSB (Ketua umum, Sekretaris jenderal, dan Bendahara umum), anggota DPR/DPRD, Kepala Pemerintahan/ Kepala Daerah, termasuk yang memegang jabatan publik lainnya melakukan korupsi, maka parpol bersangkutan wajib dimajukan ke MK untuk dibubarkan.

"Pemohon pembubaran parpol ke MK pun sebaiknya tidak tunggal hanya Pemerintah saja. Harus juga dibuka ruang bagi masyarakat untuk menjadi Pemohon. Sebab, korupsi adalah extra ordinary crime yang dampaknya paling besar dirasakan langsung oleh masyarakat," pungkasnya.

Untuk diketahui Pembubaran Partai Politik sesuai ketentuan Pasal 68 UU MK berbunyi ; (1) Pemohon adalah Pemerintah. [ Tri Wibowo -]

Parpol Korup Harus Dibubarkan

JAKARTA, MENITS.com - Direktur Sinergi Masyarakat (SIGMA) Said Salahuddin menilai apabila korupsi dilakukan oleh anggota partai politik, baik sebagai legaslatif maupun eksekutif, maka sanksi yang harus diterimanya adalah pembekuan kepengurusan parpol selama 5 tahun di daerah bersangkutan.
"Apabila korupsi dilakukan oleh anggota parpol yang menjabat di legislatif dan eksekutif. Dikenakan sanksi pembekuan kepengurusan parpol selama 5 tahun di daerah bersangkutan," kata Direktur Sinergi Masyarakat (SIGMA) Said Salahuddin dalam rilisnya ke wartawan, Selasa (26/2/2013).
Lebih lanjut, ia menjelaskan, bahwa korupsi dilakukan oleh anggota parpol yang menjabat sebagai anggota DPR, anggota DPD, Menteri, direksi dan komisaris BUMN, serta oleh pengurus parpol tingkat pusat. Maka, kata Said, wajar jika dikenakan sanksi larangan kepada parpol bersangkutan untuk menjadi peserta Pemilu berikutnya."Sanksi yang terberat, yakni pembubaran parpol secara nasional," pungkasnya. (Jay)

Sandiwara KPU Dalam Sengketa Pemilu

JAKARTA, BARATAMEDIA – Sengketa antara partai politik dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang berlanjut ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN), hanyalah bagian dari skenario sebuah sandiwara. Lembaga penyelenggara pemilu itu, sengaja mengulur-ulur waktu yang ujung-ujungnya tetap akan menolak untuk meloloskan parpol mengikuti Pemilu 2014.
“Itu sandiwara KPU untuk mengulur-ulur waktu. Buktinya, keputusan Bawaslu yang merekomendasikan PKPI ikut sebagai parpol peserta pemilu, ditolak oleh KPU. Kekhawatiran saya ini didasari dari tiga hal utama,” kata Koordinator Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (SIGMA) Said Salahuddin dalam rilisnya yang diterima wartawan di Jakarta, Senin (18/2).
Tiga hal itu, jelas dia, yang pertema mengenai adanya informasi yang menyebutkan bahwa hakim khusus yang ditugaskan untuk menangani perkara sengketa tata negara itu, belum cukup memahami aturan dan persoalan terkait Pemilu. Sedangkan yang kedua, adanya kekhawatiran proses sengketa di PTTUN tidak menitikberatkan pada persoalan keputusan KPU yang bertentangan dengan UU. “Ketiga, ada kesan KPU mengulur-ulur waktu proses sengketa di PTTUN,” tuturnya.
Dijelaskan Said, alasan kekhawatirannya pertama, yakni dalam persidangan tersebut, hakim masih sempat meminta kepada KPU untuk memberikan peraturan-peraturan yang dibentuknya. Sangat janggal kalau peraturan KPU saja, hakim belum memilikinya. Padahal, persidangan sudah berjalan. “Terlihat jelas sekali, sikap hakim ini cukup mengkhawatirkan,” tegasnya.
Sementara alasan kedua itu, papar dia, PTTUN hanya kembali mengulang proses sengketa pemilu yang pernah diperiksaBawaslu yang mengedepankan adu data hasil verifikasi faktual antara KPU dengan parpol. Sedangkan yang ketiga, ada kesan KPU mengulur-ulur waktu proses sengketa di PTTUN. Salah satunya sebagaimana terjadi di jadwal sidang Partai SRI yang harus tertunda, hanya karena KPU belum menyiapkan alat bukti yang sudah dilegalisir.
“PTTUN hanya mempunyai waktu untuk memutus gugatan parpol itu, paling lama 21 hari kerja. Artinya, waktu yang sempit itu akan membuat hakim tidak bisa leluasa memeriksa dan mengkaji lebih dalam persoalan, khusunya terkait permasalahan Pemilu. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan perkembangan demokrasi,” jelas Said.
Secara terpisah, anggota KPU Ida Budhiati membantah pihaknya mengulur-ulur waktu proses penyelesaian sengketa di PTTUN. Alasannya, KPU yang diwakilinya perlu menyampaikan bukti tertulis untuk gugatan yang diajukan Partai SRI. “Dalam persidangan hari ini kami sudah sampaikan bukti tertulis untuk gugatan yang diajukan Partai SRI,” ujarnya.
Ida menjelaskan, baiik KPU maupun Partai SRI memiliki hak untuk mengajukan bukti-bukti, sesuai jadwal waktu yang ditetapkan majelis hakim pemeriksa perkara. Tidak tepat apabila penyerahan bukti yang dilakukan KPU disebut sebagai upaya mengulur-ulur waktu. “Bukti-bukti yang kami ajukan dalam persidangan, sesuai syarat formil dalam sengketa tata usaha negara menyangkut pemilu,” imbuh dia.
Perlu diketahui, sengketa pemilu yang diputuskan PTTUN nanti, bersifat  final dan mengikat. Namun, hal ini hanya untuk parpol yang dimenangkan majelis hakim. Jika yang dimenangkan adalah KPU, maka parpol bisa ajukan kasasi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, objek sengketanya adalah Keputusan KPU.(nas)

Aturan Pembatasan Waktu Sengketa Parpol oleh Bawaslu Tidak Miliki Landasan Hukum

Jakarta, Aktual.co — Direktur Sinergis Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (SIGMA), Said Salahuddin, menilai, langkah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memberikan batas waktu kepada partai politik (Parpol) untuk mengajukan permohonan sengketa tidak memiliki landasan hukum.

"Keliru jika Bawaslu membatasi waktu pengajuan permohonan sengketa parpol sampai dengan tanggal 31 Januari 2014. Itu tidak ada landasan hukumnya," ujarnya melalui pesan singkat yang diterima Aktual.co, Selasa, (22/01).

Dia menjelaskan bahwa Undang Undang Pemilu hanya memberikan kewenangan kepada Bawaslu soal batas waktu penyelesaian sengketa selama 12 hari sejak parpol melaporkan.

"Kewenangan yang diberikan oleh UU kepada Bawaslu tidak sampai pada pembatasan waktu pengajuan permohonan. Yang digariskan UU hanya pada batas waktu penyelesaian sengketa selama 12 hari sejak laporan parpol diterima Bawaslu," jelasnya.

Ia menegaskan bahwa aturan pembahasan yang dikeluarkan Bawaslu tidak benar, meskipun sudah dikonsultasikan dengan DPR.

"Jadi tidak benar aturan Bawaslu itu sekalipun mereka mengaku sudah berkonsultasi dengan DPR. Tidak ada urusannya DPR pada persoalan sengketa," pungkasnya.
Tri Wibowo -

Said Salahuddin : Pembahasan Pemilu Harus Terbuka Jangan Tertutup

Merdekaonline.com - Jakarta - Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahuddin mengatakan, tahapan pemilu adalah proses yang harus dilangsungkan secara terbuka dan diketahui oleh publik. Pemilu itu soal kepercayaan yang meminta syarat keterbukaan."Namun mengapa ada pembahasan yang berkaitan dengan pemilu malah dibuat tertutup," ujarnya di Jakarta,Rabu (5/12).

"Dari awal, itu yang saya khawatirkan. Kenapa sih pembahasan mengenai pemilu harus digelar tertutup.Harusnya terbuka dan diketahui oleh publik dong,inikan berarti tidak ada syarat untuk keterbukaan," tandasnya.

Sebelumnya diberitakan,adanya pertemuan tertutup antara Komisi II DPR, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang digelar di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (4/12),yang menuai kritikan dari berbagai elemen masyarakat.(SR)
 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. SIGMA NEWS-CENTER - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger